Setelah 2 tahun berdiri, JKT48 telah menjadi salah satu grup musik terpopuler di industri musik Indonesia. Beberapa pencapaian besar telah berhasil mereka capai, di antaranya adalah sejumlah penghargaan di ajang musik nasional dan keberhasilan mereka membuat konser tunggal di sejumlah kota setiap tahunnya yang penuh sesak oleh para fansnya. Apakah dengan pencapaian saat ini, JKT48 sudah layak disebut bintang? Atau bahkan mereka sudah layak disebut legenda? Sama seperti kakaknya di Jepang sana yang sudah menjadi legenda.
Sebenarnya, masih terlalu dini untuk menjawab kedua pertanyaan di atas.
“Kualitas” bintang, apalagi legenda, akan terlihat dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Selama itu, ujian akan datang silih-berganti seakan-akan saling berlomba membuktikan “kualitas” JKT48 yang sesungguhnya di industri hiburan Indonesia.
Bintang yang sesungguhnya akan terus bersinar walaupun awan gelap menghalangi, bahkan ketika mentari pagi menggantikannya pun, bintang akan tetap bersinar di malam hari. Sementara itu legenda akan terus terdengar, terasa, dan teringat walaupun keberadaannya sudah tidak ada lagi. Mungkin kamu tidak pernah melihatnya secara langsung, tetapi kamu masih bisa mendengarkan, merasakan, dan mengingatnya seakan-akan pernah bertemu.JKT48 belum punya cukup jam terbang untuk membuktikan itu semua.
JKT48 hanya sangat populer saat ini dan sejarah membuktikan bahwa popularitas tidak bisa menjamin keberlangsungan siapapun di industri musik Indonesia yang kejam. Banyak artis Indonesia yang begitu populer saat ini, tetapi bisa jadi bukan siapa-siapa di kemudian hari. Populer saja tidak cukup untuk menjadi legenda.
Jadi apabila ada yang bertanya apakah JKT48 sudah layak disebut bintang atau bahkan legenda? Jawabnya saat ini masih terlalu dini untuk menyimpulkannya, yang pasti JKT48 baru saja mendirikan fondasi yang kokoh di industri musik Indonesia.
Fondasi yang kokoh memang penting untuk membuat sebuah bangunan yang megah dan indah, tetapi apakah arsitekturnya sudah dirancang? Tanpa arsitektur gedung yang bagus, tidak akan ada yang namanya bangunan megah dan indah. Yang ada hanyalah sebuah bangunan asal jadi yang jauh dari kata megah dan indah.
Popularitas yang tinggipun tidak menjamin bahwa JKT48 akan menjadi bintang atau bahkan legenda, mereka perlu sesuatu yang lebih sehingga bisa mencapai level itu.
Pertanyaannya sekarang, apakah JKT48 sudah punya arsitektur tersebut? Rancangan untuk menjadi bintang dan legenda di industri hiburan Indonesia, nasib yang sama seperti kakaknya AKB48 di Jepang sana?
Kisah Kejeniusan Toyota Kijang
Sewaktu Toyota (pabrikan mobil asal Jepang) dihadapkan pada ekonomi
globalisasi, mereka diberikan tantangan untuk merebut pasar
internasional termasuk Indonesia, pasar yang karakternya sama sekali
tidak mereka pahami.Toyota lantas mengikuti cara yang digunakan semua pabrikan mobil saat itu, menciptakan mobil yang menurut mereka bagus lalu dipasarkan ke pasar internasional. Kalau pasar suka mereka akan beli, kalau tidak mereka tentu tidak akan beli. Pola pikir generalis. Cara ini dianggap cara yang paling baik waktu itu dan sampai saat ini masih digunakan beberapa pabrikan mobil mewah.
Toyota menganggap bahwa mereka lah yang menciptakan standar, mereka lah yang menciptakan selera pasar.
Kenyataannya ternyata tidak seperti yang mereka bayangkan, penjualan mobil mereka jauh di bawah target. Alih-alih menguasai pasar, mereka malah harus mati-matian mempertahankan bisnis di luar Jepang. Eksistensi mereka masih kalah dari pabrikan mobil lain yang sudah lebih dahulu mendunia.
Di saat genting itulah, muncul suatu ide jenius yang akhirnya menjadi salah satu faktor pengubah nasib Toyota di industri mobil dunia. Ide itu sederhana, “janganlah kita membuat mobil yang menurut kita bagus, tetapi buatlah mobil yang menurut pasar bagus“.
“Domestikasi produk”, walaupun ditujukan untuk pasar internasional, produk tersebut dibuat khusus/dimodifikasi sesuai kebutuhan atau keinginan lokal negara tujuan.
Maka lahirlah Toyota Kijang di Indonesia, salah satu mobil paling legendaris dan paling banyak dijual di Indonesia. Toyota Kijang lahir dari kebutuhan rakyat kita yang family-oriented akan mobil tangguh, nyaman, dan mampu membawa seluruh keluarga, tanpa kehilangan karakter mobil Jepang yang selama ini kita kenal. Toyota Kijang menjawab kebutuhan dan keinginan lokal. Ini adalah mobil yang didasarkan pada keinginan dan kebutuhan pasar lokal Indonesia, berbeda dengan mobil lainnya yang dipasarkan pada masa itu yang masih mengikuti kemauan produsen. Kebiasaan lama pun didobrak dan hasilnya memuaskan, Toyota Kijang menjadi legenda.
“Domestikasi” produk bukanlah satu-satunya taktik Toyota untuk memenangkan pasar Indonesia. Agar kesan “domestikasi” itu bisa didapatkan oleh pasar Indonesia, Toyota memberikan identitas yang kuat kepada produknya. Identitas itu adalah Kijang.
Identitas Kijang itu menggambarkan ketangguhan dan kelincahan seekor kijang, serta memberikan kedekatan secara psikologis kepada pasar Indonesia karena pada saat itu Toyota Kijang dibuat oleh dan untuk Indonesia. Pemberian identitas yang kuat ternyata menjadi tambahan kekuatan bagi Toyota untuk terus bertahan di tengah kerasnya industri otomotif Indonesia, serta awal yang tepat untuk menjadi legenda. Tanpa identitas yang kuat, mungkin Kijang tidak akan selegendaris sekarang.
Lalu apa hubungannya dengan JKT48?
Saat ini JKT48 masih layaknya “cover group” dengan konsep copy-paste AKB48 di Jepang sana (kecuali konsep gravurenya). Hal ini sebenarnya sah-sah saja karena JKT48 adalah sister group AKB48, tetapi kalau JKT48 mau berkembang lebih baik dan lebih cepat dari saat ini, JOT bisa belajar dari Toyota bagaimana caranya melakukan “domestikasi produk” tanpa kehilangan jati dirinya sebagai 48 family, sehingga JKT48 akan benar-benar kuat di Indonesia seperti Toyota dan siap menjadi legenda.
Saat ini JKT48 telah memiliki fondasi yang kuat, yang mereka butuhkan adalah artsitektur yang mumpuni agar dapat terbentuk suatu bangunan yang megah dan indah. “Domestikasi produk” adalah salah satu solusinya.
Bingung yah sama bagian ini? Jangan bingung yah bacanya. Bagian ini akan jadi pembuka untuk pembahasan “domestikasi produk” di artikel lainnya. Jadi bagian hanya perkenalan topik. :D
Kemudian akan muncul suatu pertanyaan baru, untuk apa berpikir susah-susah untuk merancang arsitektur kalau JKT48 hanya proyek sampingan AKS belaka? Apakah JKT48 sudah dianggap sebagai elemen bisnis yang penting bagi AKS atau proyek coba-coba mereka?
Eksistensi JKT48, Bisnis Jepang, dan Kisah Taiko
Sebelum menjawab pertanyaan sebelumnya, kita sebaiknya mengerti terlebih dahulu pemikiran pebisnis Jepang. Ada satu hal yang menjadi ciri khas para pebisnis Jepang, pola pikir ultra-konservatif.
Pola pikir ultra-konservatif adalah pola pikir yang berusaha meminimalkan resiko sekecil mungkin dengan meminimalkan modal aset, ongkos operasional, dan lama balik modal, serta memilih untuk tidak menggunakan cara yang belum teruji.
Pola pikir ini muncul tidak lepas dari pengaruh 3 orang founding fathers mereka: Nobunaga Oda, Toyotomi Hideyoshi, dan Ieyasu Tokugawa.
Nobunaga adalah pemimpin yang responsif, gegabah, tegas, dan brutal. Hideyoshi adalah pemimpin yang cerdik, lembut, persuasif, dan taktis. Sementara Tokugawa adalah pemimpin yang tenang, sabar, tidak suka mengambil resiko, dan penuh perhitungan. Seluruh sifat tersebut tertuang dalam sebuah puisi yang diketahui oleh setiap orang di Jepang, puisi tentang “burung yang berkicau”.
Bagaimana caranya membuat seekor burung berkicau di saat dia tidak mau berkicau? Nobunaga menjawab, ”Aku akan bunuh saja!”Nyatanya, kekuasaan Tokugawa adalah yang terlama dan termakmur hingga Jepang beralih ke jaman modern. Hal ini membuat rakyat Jepang percaya bahwa pola pikir Tokugawa adalah yang terbaik dan mengaplikasikannya ke seluruh relung kehidupan.
Hideyoshi menjawab, “Aku akan bujuk burung itu hingga dia ingin berkicau”
Ieyasu menjawab, “Tunggu saja, pasti akan ada saatnya dia berkicau”
Kalau AKS masih menganggap JKT48 adalah proyek coba-coba dan feeder fans AKB48, dia lebih baik hanya membuat JKT48 sebanyak 1 generasi dan kalau perlu tidak ada teater. Kenapa demikian? Capital cost (modal awal) untuk teater terlalu besar, selain itu operational cost (ongkos operasional) 3 generasi yang isinya 70-an orang sangatlah besar. Resiko bisnisnya terlalu besar untuk proyek coba-coba.
Selain itu, untuk apa merekrut anak usia muda dan belum matang di dunia entertainment? Artinya mereka harus dilatih lagi dan baru matang beberapa tahun ke depan? Ongkos untuk latihan tidak murah dan anak-anak itu tidak bisa langsung dipanen hasilnya, balik modalnya menjadi lama. Kenapa tidak seperti generasi 1 saja yang rata-rata sudah usia cukup dewasa dan sudah berpengalaman di dunia entertainment?
Generasi 1 memang adalah proyek coba-coba AKS, tetapi ketika teater permanen dan generasi ke-2 diumumkan, AKS jelas sudah tidak main-main soal JKT48. Apalagi saat ini generasi ke-3 sudah diumumkan dan sousenkyo sudah berjalan. Jelas JKT48 saat ini bukanlah proyek main-main AKS, ini sudah elemen bisnis mereka. Sayang sekali kalau JKT48 sampai tidak didukung dengan rencana ke depan yang matang secepatnya.
JKT48 Saat Ini, Identitas Diri, dan Masa Depan yang Gemilang
Agar JKT48 bisa mencapai level bintang ataupun legenda di industri musik Indonesia, JKT48 perlu mendapatkan identitas yang lebih kuat. Identitas bahwa JKT48 bukanlah cover group ataupun copy-paste-nya AKB48 di Indonesia. JKT48 ada sebagai idol grup yang disiapkan untuk memenangkan pasar Indonesia, menjadi legenda di industri musik tanah air.
Pemberian lagu original pada single ke-6 nanti adalah solusi terbaik bahwa JKT48 bukanlah cover group, tetapi benar-benar idol group yang berdiri sendiri. Kenapa hal ini penting? Sebab selama JKT48 masih menjadi cover group, JKT48 tidaklah mengejar impiannya sendiri. JKT48 hanya mengejar bayang-bayang kakaknya, AKB48, yang mereka cover. Dimana hal ini belum tentu mengantarkan mereka menjadi legenda di sini, pasarnya berbeda karakter.
Identitas itu penting.
Copy-paste AKB48 sebenarnya tidaklah salah karena JKT48 adalah sister group AKB48, tetapi apabila JKT48 ingin lebih cepat dan mantap lagi strategi “domestikasi produk” ala Toyota harus berani ditempuh. Ada perubahan yang dilakukan menyesuaikan pasar Indonesia, tetapi tidak sampai menghilangkan jati diri 48 family. Misalnya, menjadikan JKT48 sebagai ujung tombak promosi budaya lokal ke luar negeri? Dengan cara menggabungkan alat musik tradisional ke dalam musik JKT48 (asimilasi)? Lalu karena dianggap mempromosikan budaya lokal, JKT akan lebih didukung oleh khalayak ramai di negeri ini dan negara lain juga lebih mudah membuka diri karena menganggap JKT48 adalah representasi Jpop?
Saat ini sudah ada usaha positif yang patut diapresiasi mengenai usaha “domestikasi produk”, seperti penyelenggaraan beberapa event hari nasional Indonesia dengan cita rasa lokal, meskipun masih banyak hal lain lagi yang sebenarnya bisa diutilisasi. JKt48 punya 2 lagu dalam bahasa Inggris, seharusnya 2 lagu itu bisa digunakan untuk melakukan hal yang sulit dilakukan AKB48 hingga saat ini, melakukan penetrasi pasar negara berbahasa inggris. Sayangnya, JOT seakan tidak memanfaatkan kelebihan itu.
Di tahun 2012, JOT boleh berperan bagai operator sebab JOT “hanya” membangun fondasi. Sementara di tahun 2013, JOT sudah menunjukkan perkembangan dengan memberikan local decision maker untuk operasional lapangan dan bidang eksternal non-strategik. Di tahun 2014 ini, sudah saatnya JOT mulai menempatkan seseorang yang memikirkan rancangan kemana JKT48 akan dibawa ke depannya, memikirkan hal-hal yang sifatnya strategik.
Apakah JKT48 bersama manajemennya sudah siap membawa JKT48 ke level bintang dan bahkan legenda?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar